”Kau sanggup buat ku tersenyum dek...”
Hujan gerimis kembali mengguyur Medan pagi itu, seperti biasa aku melangkahkan kaki ku menuju kantor, Hhh…aku mendesah malas, pagi itu rasanya malas banget tuk berangkat kerja, udah bangun kesiangan di tambah hujan, Hmm..coba kalau libur, bisa ga keluar deh dari kamar (dasar pemalas..!!)
Baru saja aku turun dari metromoni dan Dengan malas ku langkahkan kaki ku di depan Sudirman Park, hujan gerimis seakan begitu mengerti kemalasanku pagi ini, di balik blazer coklat tebalku aku berlindung dari rintik hujan yang masih setia menemani langkahku.
Beberapa saat kemudian bis yang ku tunggu pun datang menghampiriku, bersyukur masih ada kursi yang belum terisi, segera ku ayunkan kakiku menuju bangku itu, bus pun melaju perlahan, tak ku hiraukan pemandangan di kanan kiriku, aku sedang asyik menikmati rintik hujan yang menyirami dedaunan, seakan tersenyum dan menari mengajakku tertawa menyambut pagi.
Tiba2 sudut mataku menangkap satu sosok kecil meraih pinggiran pintu bus yang sedang melaju. Ku alihkan pandanganku ke arah pintu bus yang aku tumpangi, ku melihat sosok kecil berdiri terhuyung mengikuti laju bus
Aku memang pecinta wanita tapi ku bukan buaya, yang setia pada selibu gadis ku hanya mencintai dia
Aku memang pecinta wanita yang lembut seperti dia
Lagu itu mengalir dengan mulus dari mulut mungil itu, bukan syair lagu itu yang aku suka tapi wajah polos seakan tanpa dosa, dan tanpa beban sedikitpun, ku lihat wajah itu begitu ceria, dalam hati ku berharap dia menyanyikan satu lagu lagi, tapi harapku berakhir saat dia melangkah menghampiri para penumpang dengan kantong plastik butut di tangannya, ingin sekali ku bisa bercerita dengan sosok itu, tapi dia cepat berlalu dan aku hanya bisa menatap langkah kaki mungilnya meninggalkan bus kota yang aku tumpangi.
Seiring langkah kaki kecil yang menghilang di ujung jalan, aku merenung mengapa aku harus sejutek ini pagi ini, mengapa aku harus bermalas2an, bahkan aku enggan tersenyum dengan sahabat2ku di kost saat mau berangkat tadi. Bocah kecil itu seakan menyadarkan aku betapa berartinya semangat dalam hidup ini. Benar bahwa bocah itu tak tahu banyak tentang mimpi, tak tahu banyak tentang masalah, tapi aku yakin bocah itu tahu banyak tentang pahit nya hidup di jalanan, bocah itu juga banyak belajar tentang kerasnya hidup sebagai penyanyi jalanan, bocah itu pun juga harus mengesampingkan egonya tuk bisa bermain bersama teman2nya, tuk menikmati indah masa sekolah, tuk bisa duduk manis di depan TV bersama orang tuanya, tuk bisa bercanda ria dengan kakak2 nya. Tapi dia begitu tegar, bahkan tak terlihat sedikitpun kesedihan di wajahnya, bukan karena dia tak punya keinginan, bukan karena dia tak punya mimpi tapi karena dia sanggup mengahadapi kenyataan hidupnya, dia sanggup menjalani hari ini penuh dengan senyuman, bahkan sanggup membuatku tersenyum bahagia. Ya Robb betapa bodohnya aku…apa yang bisa ku lakukan dengan kemalasanku?, apa yang bisa ku lakukan dengan kerapuhanku? Apa yang bisa kulakukan dengan penyesalanku?, aku telah menjadi seorang pecundang, yang takut menghadapi kenyataanku, aku telah menjadi seorang pengecut yang ingin berlari dari masalahku. Apa yang bisa ku lakukan dengan menjadi seorang pengecut seperti ini? Sementara, di depan sana banyak gelombang yang harus ku arungi, banyak jurang yang harus ku lalui ataupun banyak gunung yang harus ku daki, akankah aku berlari menyembunyikan diri, menghindari kenyataan hidupku, bersembunyi di balik topeng ketegaranku, padahal jiwa ini rapuh, lemah dan luruh.
Bocah itu telah mengajarkan aku, betapa dia yang begitu polos mampu membahagiakan orang lain, betapa dia yang masih begitu muda sanggup menahan kesedihan dirinya, lalu apa yang telah aku lakukan?? Manfaat apa yang telah aku tebarkan? Kebaikan apa yang telah aku lakukan? Nothing...!!, ternyata aku hanya sosok yang rapuh dan cengeng, aku hanya sosok yang egois yang tak peduli dengan lingkunganku, aku hanya sosok pengecut yang ingin berlari dari kenyataan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar