14.12.08

Sebuah permainan bernama cinta

Cinta, sebuah kata indah yang selalu jadi sumber insipirasi hidup dan karya manusia. Mulai dari karya sastra, arsitektur film apalagi lagu. Ribuan lagu diseluruh dunia beredar yang isinya soal cinta. Taj Mahal adalah makam monumen cinta seorang Permaisuri yang begitu dicintai suaminya. Dalam kehidupan nyata cinta adalah inti dari kehidupan manusia. Manusia ada karena cinta, banyak yang terjerumus dan mati oleh cinta juga. dan tujuan hidup mereka pun didasari oleh cinta baik itu cinta pada Tuhan, pacar, harta, dan banyak lagi hal yang didasari oleh cinta yang berbeda objeknya.

Kalau berbicara tentang cinta pasti akan berhubungan dengan yang namanya jatuh cinta suatu proses dimana pada saat seseorang mengalami reaksi kimiawi yang sejenis dengan adiksi/kecanduan terhadap orang yang kita suka, entah karena fisik maupun pribadinya. Jangankan berpegangan tangan, terima SMS dari orang yang sedang kita fall in love with itu, rasanya seolah-olah kita bisa terbang. Gak tahu kenapa, segalanya terasa begitu menyenangkan, kita jadi bekerja lebih rajin, lebih jaga penampilan, masalah yang berat menjadi tak berarti, uang di dompet yang tinggal 50 ribu perak gak mampu menanggalkan ke PD-an kita, karena dalam hati dan dalam pikiran kita ada satu nama yang seolah memberi kekuatan ekstra. Itu efek positif dari cinta. Negatifnya? Nah lo…

Cinta seperti api, kalau sedikit jadi penerang kalau banyak kebakaran. Bagaikan air yang bisa memberi kesegaran kalau banyak jadi banjir. Kita gak tahu kapan cinta itu akan jadi ‘kebanyakan’ atau kapan orang yang kita cintai mulai merasa bosan dengan diri kita tanpa kita mengetahuinya. Ujung-ujungnya patah hati. Pada saat hal itu terjadi, kita pun bagai terjatuh kedalam sebuah lubang gelap yang tanpa ujung. Bagai sutera yang tersangkut di duri lalu di tarik seperti itulah hati kita. Hari-haripun menjadi gelap, semua hal menjadi tak berarti tanpa orang yang kita cintai tersebut. Kepedihannya lebih panjang kita rasakan daripada keceriaan disaat jatuh cinta. So sad…

Cinta adalah sebuah permainan yang menggunakan ‘hati’ sebagai medianya, yang menang akan mendapatkan ‘hati’ yang lain, yang kalah akan terluka ‘hati’nya. Kalau permainannya fair dua belah pihak akan mendapatkan ‘hati’ masing-masing. Love is a Crying Game kata Boy George, it’s true. Kalah dalam bercinta akan menguras air mata dan menghapus asa. Cinta adalah permainan indera ketika jiwa yang sepi terpesona kharisma jiwa yang lain, yang kemudian berubah menjadi sebuah fatamorgana bagi mereka yang kalah dan terluka.

Kalau gue bisa memilih gue gak mau jatuh cinta karena cinta membuat gue jadi orang yang pemurung, paranoid dan posesif. Rasa takut kehilangan yang tercinta selalu ada di kepala gue, takut kalau pada suatu hari gue akan dikecewakan. Sayangnya kita gak tahu kapan kita dan dengan siapa kita akan jatuh cinta, kita gak tahu apakah cinta sejati yang akan kita dapat atau hanyalah gombal murni, seperti halnya kita gak bisa memilih untuk jatuh cinta atau hanya sebatas suka. Kita gak punya antibodi untuk menolak pesona seseorang, kita hanya bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta lalu semuanya terletak pangkuan sang waktu. Cintakah yang tumbuh atau hanya sekedar nafsu. Pada saat kita membiarkan diri kita jatuh cinta pada seseorang sebenarnya kita telah menyerahkan ‘hati’ dan kesadaran kita pada orang tersebut, menyerahkan seluruh pikiran dan perhatian kita kepadanya. Segala hal yang baik dari orang tersebut menguasai pikiran kita sementara logika dan akal sehat mengendap entah dimana.

Cinta seharusnya membuat kita bahagia bukan merana. Cinta seharusnya mengisi hati kita bukan menciptakan kekosongan di sana. Salahkah cinta jika ia membuat kita menjadi buta? Salahkah kita bila kita tak mau mencinta? Masihkah ia bernama cinta jika ia datang hanya menambah derita? Cinta, berjuta orang mencarimu berjuta juga kecewa. Ah cinta, alangkah bahagianya kalau aku bisa meng-On/Off kanmu, lalu memilih pribadi mana yang akan kucinta…andaikan.

Namun Cinta hanyalah rasa, penabuh genderang didalam dada, pemicu manusia meraih asa…

L’amour, quand vous me donnerez le vrai l’un ?

Tidak ada komentar: